Minggu, 25 Februari 2018

KISAH PENCIPTAAN NABI ADAM ALAIHISSALLAM

Oleh

Ustadz Lalu Ahmad Yani, Lc

Manusia pertama yang diciptakan Allâh Azza wa Jalla adalah Adam Alaihissallam . Beliau Alaihissallam adalah bapak dan nenek moyang semua manusia di seluruh dunia. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ

Wahai anak Adam! Janganlah kalian terfitnah oleh syaithan, sebagaimana dia telah mengeluarkan kedua orang tua kalian dari surga [Al-A’râf/7:27]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan dalam ayat di atas bahwa Adam dan pasangannya adalah orang tua seluruh manusia.

Allâh Azza wa Jalla menciptakan Adam Alaihissallam dari segenggam tanah yang Allâh Azza wa Jalla ambil dari seluruh permukaan tanah, maka lahirlah anak Adam yang sesuai dengan asal tanahnya. Di antara mereka ada yang berulit putih, merah, hitam dan perpaduan antara warna-warna tersebut. Diantara meraka ada yang bersifat lembut dan kasar serta perpaduan antara keduanya serta di antara mereka ada yang baik dan jahat.[1]

Sebelum menciptakan Adam Alaihissallam , Allâh Azza wa Jalla terlebih dahulu mengabarkan kepada para Malaikat-Nya bahwa Dia akan menciptakannya manusia di muka bumi. Mendengar ini, para Malaikat bertanya kepada Allâh Azza wa Jalla tentang hikmah penciptaan manusia di muka bumi, padahal para Malaikat terus-menerus beribadah dengan memuji dan bertasbih kepada Allâh Azza wa Jalla tanpa henti dan tidak pernah berbuat durhaka kepada-Nya, sementara manusia ada kemungkinan akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi. Menjawab ini, Allâh Azza wa Jalla mengatakan kepada mereka bahwa Dia Azza wa Jalla  lebih mengetahui tentang apa-apa yang tidak diketahui oleh para Malaikat.

Allâh Azza wa Jalla  berfirman :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allâh berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Al-Baqarah/2:30]

Perkataan para Malaikat tentang kerusakan dan pertumpahan darah yang akan dilakukan manusia di muka bumi berdasarkan apa yang pernah dilakukan jin di muka bumi sebelum Adam Alaihissallam diciptkan.[2]

KEMULIAN ADAM ALAIHISSALLAM

Setelah Adam Alaihissallam diciptakan, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para Malaikat dan jin untuk sujud kepada Adam Alaihissallam :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[Al-baqarah/2:34]

Ini merupakan kemulian yang sangat agung yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada Adam Alaihissallam .

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, “Allah memerintahkan kepada para Malaikat yang saat itu sedang bersama dengan Iblis, bukan kepada semua malaikat yang ada di langit, ‘Sujudlah kepada Adam!’ Semua Malaikat itu sujud kepada Adam kecuali Iblis. Dia tidak mau sujud dan menyombongkan diri. Dia mengatakan, ‘Saya tidak akan sujud kepadanya. Saya lebih baik daripada dia. Saya lebih tua dan lebih kuat. Engkau telah menciptakan aku dari api sementara Adam, Engkau ciptakan dari tanah.’ Iblis memandang bahwa api lebih kuat daripada tanah.[3]

Inilah awal mula permusuhan Iblis terhadap Bani Adam.

Sujud yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah bentuk penghormatan dan pemuliaan, bukan seperti sujud dalam shalat. Karena sujud yang seperti dalam shalat merupakan hak Allâh yang tidak boleh diberikan kepada selain Allâh Azza wa Jalla .[4]

Bentuk lain dari kemulian yang Allâh Azza wa Jalla  anugerahkan kepada nabi Adam Alaihissallam adalah dia diajari seluruh nama-nama benda. Kemulian ini yang Allâh tampakkan di hadapan para Malaikat, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla  sebutkan dalam firman-Nya:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ﴿٣١﴾ قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian Dia mengemukakannya kepada para Malaikat dan berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!”

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Allâh berfirman, “Hai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah Adam memberitahukan kepada mereka nama-nama benda itu, Allâh berfirman, “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan?” [Al-Baqarah/2:31-33]

Ibnu Katsir rahimahullah memandang bahwa perintah sujud lebih dulu diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla  dibandingkan pengajaran Allâh Azza wa Jalla  kepada Adam akan nama seluruh benda. Namun penyebutannya didahulukan sebelum ayat yang memerintahkan sujud, di karenakan lebih sesuai dengan pertanyaan para Malaikat tentang hikmah penciptaan manusia di muka bumi.[5]

Setelah para Malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Adam Alaihissallam , Allâh mempersilahkan Adam Alaihissallam untuk tinggal dalam surga.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu di surga ini! Dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. [Al-Baqarah/2:35]

Untuk melengkapi kebahagian Adam Alaihissallam , Allâh Azza wa Jalla menciptakan Hawa yang diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla dari tulang rusuk Adam Alaihissallam yang menemaninya di dalam surga, keduanya diperbolehkan untuk menikmati semua kenikmatan di dalam surga, kecuali memakan satu jenis buah.[6]

Jenis buah yang terlarang bagi Adam Alaihissallam dan Hawa untuk mengkonsumsinya tidak diketahui jenisnya, walaupun sebagian Ulama menyebutkan beberapa jenis buah, tapi selama Allâh Azza wa Jalla tidak menjelaskannya maka memahami ayat tanpa menentukan jenisnya lebih baik.[7]

PELAJARAN PENTING

Semua ketetapan Allâh Azza wa Jalla mengandung hikmah yang terkadang tidak dijelaskan kepada para makhluk-Nya, sehingga mereka tidak mengetahuinya dengan pasti.Adam Alaihissallam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dia juga merupakan manusia pertama yang tinggal di muka bumi.Jin tinggal di muka bumi sebelum manusia dan mereka melakukan kerusakan di atasnya.Kepatuhan para Malaikat terhadap perintah Allâh dan kekufuran Iblis.Kesombongan adalah salah satu penyebab Iblis jatuh pada kekufuran dan kemudian di keluarkan dari surga dengan mendapatkan laknat sampai hari kiamat.

[1] HR. Abu Daud, Bab fil Qadar dan Imam at-Tirmidzi, Bab wa min Sûratil Baqarah

[2] Lihat al-Bidâyah wan Nihâyah dan Tafsir Ibnu Katsir , Surat al-Baqarah/2:30

[3]  Lihat Tafsir Ibnu Katsir

[4] Tafsir Ibnu Katsir

[5] Tafsir Ibnu Katsir.

[6] Para Ulama berbeda pendapat tentang jenis buah yang dilarang untuk di makan itu. Sebagian mereka menyebutkan buah anggur dan ada yang berpendapat buah zaitun dan ada yang mengatakan gandum. Lihat al-Bidâyah wan Nihâyah dan tafsir Ibnu Katsir

[7] lihat Tafsir Sûratil Baqarah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hlm. 129

Sumber: https://almanhaj.or.id/5919-kisah-penciptaan-nabi-adam-alaihissallam.html

Nasehat

Selasa, 22 Desember 2015

Mencerdaskan Mental Anak – Bagian ke-1 – Fiqih Pendidikan Anak

Sumber
Radio Rodja 756 AM

Mencerdaskan Mental Anak – Bagian ke-1 – Fiqih Pendidikan Anak (Ustadz Abdullah Zaen, M.A.)

Mencerdaskan Mental Anak – Bagian ke-1 – Fiqih Pendidikan Anak (Ustadz Abdullah Zaen, M.A.)
Ceramah agama islam oleh: Ustadz Abdullah Zaen, M.A.
Ceramah tentang cara mendidik anak secara Islami (fiqih pendidikan anak), pada kajian sebelumnya telah dibahas sebuah tema tentang “Mainan dan Permainan untuk Anak“. Dan pada Senin pagi, 10 Rabiul Awwal 1437 / 21 Desember 2015, pukul 10:00-11:00 WIB, Ustadz Abdullah Zaen melanjutkan kepada pembahasan “Mencerdaskan Mental Anak (Bagian ke-1)” yang merupakan pembahasan dari silsilah nomor 65.
[sc:status-kajian-keluarga-ustadz-abdullah-zaen-2013]

Ringkasan Ceramah Kajian Keluarga: Mencerdaskan Mental Anak (Bagian ke-1)

Setiap orang tua pasti menginginkan meliki anak, putra putri yang cerdas. Hal itu merupakan sebuah cita-cita yang tidak diragukan lagi. Bahkan, untuk mencapai hal itu tidak sedikit di antara orang tua yang rela mengeluarkan biaya yang besar untuk mengundang guru private, memasukkan anak ke les private, walaupun membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Bahkan ada juga di antara orang tua yang memberikan suplemen bagi anak-anaknya, entah itu sirup atau obat yang tujuannya untuk mencerdaskan anak. Itulah yang dilakukan oleh para orang tua agara anaknya menjadi anak yang cerdas. Akan tetapi, sangat disayangkan tidak sedikit di antara orang tua yang mengaitkan kecerdasan itu hanya dengan kecerdasan yang sifatnya akademik saja alias kecerdasan otak. Sehingga ketika ada anak yang nilai Matematikanya 9 maka akan dikatakan sebagai anak cerdas, walaupun si anak tidak pernah membantu orang tuanya, atau bahkan tidak shalat.
Hal ini perlu diluruskan, karena kecerdasan itu tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang disebutkan tadi. Ada jenis-jenis kecerdasan yang lain yang harusnya diperhatikan oleh setiap orang tua. Seperti kecerdasan emosial, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan mental.
Bagaimana penjelasan mengenai hal ini? Silakan simak lanjutan dari bahasan seri ceramah tentang pendidikan anak bersama Ustadz Abdullah Zaen, M.A. ini dengan mendownloadnya sekarang juga.





DOWNLOAD

Jumat, 18 Desember 2015

Jaminan Allah dan NabiNya dalam Perjanjian dan Larangan Bersumpah Mendahului Allah – Kitab Tauhid (Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq Al-Badr)


Dec 14, 2015 | Kitab At-Tauhiid | 0 comments
Ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan kitab At-Tauhid oleh: Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr
Penerjemah: Ustadz Cecep Nurrahman, Lc.
Berikut ini merupakan rekaman kajian kitab tauhid yang disampaikan oleh Syaikh ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr
hafidzahumallah, pada Senin sore, 3 Rabiul Awwal 1437 / 14 Desember 2015. Pada pertemuan sebelumnya, Syaikh Abdurrazaq telah menjelaskan tentang “Larangan Banyak Bersumpah “. Dan pada kajian kali ini, beliau akan menyampaikan bab tentang “Jaminan Allah dan NabiNya dalam Perjanjian dan Larangan Bersumpah Mendahului Allah“. Semoga bermanfaat.
Pembahasan dalam Rekaman Kajian Kitab At-Tauhid Ini
Jaminan Allah dan NabiNya dalam Perjanjian
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﻭَﺃَﻭْﻓُﻮﺍْ ﺑِﻌَﻬْﺪِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺇِﺫَﺍ ﻋَﺎﻫَﺪﺗُّﻢْ ﻭَﻻَ ﺗَﻨﻘُﻀُﻮﺍْ ﺍﻷَﻳْﻤَﺎﻥَ ﺑَﻌْﺪَ ﺗَﻮْﻛِﻴﺪِﻫَﺎ ﻭَﻗَﺪْ ﺟَﻌَﻠْﺘُﻢُ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻛَﻔِﻴﻼً ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﻥَ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS An-Nahl [16]: 91)
Larangan Bersumpah Mendahului Allah
Jundab bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻔﻼﻥ ، ﻭﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎﻝ : ﻣﻦ ﺫﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﺄﻟّﻰ ﻋﻠﻲّ ﺃﻥ ﻻ ﺃﻏﻔﺮ ﻟﻔﻼﻥ ، ﺇﻧﻲ ﻗﺪ ﻏﻔﺮﺕ ﻟﻪ ، ﻭﺃﺣﺒﻄﺖ ﻋﻤﻠﻚ
“Ada seorang laki-laki berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan.” Maka berfirmanlah Allah: “Siapakah yang bersumpah mendahuluiKu bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan menghapuskan amalmu”.” (HR Muslim)
Simak penjelasan selengkapnya pembahasan mengenai “Jaminan Allah dan NabiNya dalam Perjanjian dan Larangan Bersumpah Mendahului Allah” di dalam rekaman kajian yang disampaikan oleh Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al-Abbad Al-Badr ini. Semoga bermanfaat.
Dengarkan dan Download Seri Kajian Kajian Kitab At-Tauhid Ini: Jaminan Allah dan NabiNya dalam Perjanjian dan Larangan Bersumpah Mendahului Allah
www.radiorodja.com/2015/12/14/jaminan-allah-dan-nabinya-dalam-perjanjian-dan-larangan-bersumpah-mendahului-allah-kitab-tauhid-syaikh-prof-dr-abdur-razzaq-al-badr/

fatwa-ulama-hukum-membaca-al-quran-secara-berjamaah-satu-suara.

Fatwa Ulama: Hukum Membaca Al Qur’an Secara Berjamaah Satu Suara
Apa pandangan syariat terhadap amalan membaca Al Qur'an dengan cara berjamaah atau bersama-sama dengan satu suara?
By Yulian Purnama 17 December 2015
https://muslim.or.id/27101-fatwa-ulama-hukum-membaca-al-quran-secara-berjamaah-satu-suara.html

Apakah Wajib Membaca Al Qur’an Dengan Tajwid?
Tawasul Syar’i vs Tawasul
Syirik
Fatwa Ulama: Doa di Hari Rabu Mustajab?
Fatwa Ulama: Istri Tidak Ingin Tinggal Bersama Mertua
Memakai Cincin Di Tangan Kanan atau Tangan Kiri?
Fatwa Ulama Bid'ah Qur'an
amalan fatwa Al-Quran
jama'ah fikih
Yulian Purnama
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor web PengusahaMuslim.Com
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Soal:
Apa pandangan syariat terhadap amalan membaca Al Qur’an dengan cara berjamaah setelah shalat subuh dan maghrib? Karena sebagian teman ada yang mengatakan bahwa itu bid’ah.
Jawab:
Membaca Al Qur’an Al Karim adalah salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Allah kepada para hamba-Nya. Dan juga ia merupakan ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam kepada umatnya. Yang menjadi kebiasaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah beliau membaca Al Qur’an lalu para sahabat mendengarkannya. Agar mereka mengambil manfaat dari apa yang dibacakan kepada mereka. Lalu Rasulullah menafsirkan ayat-ayat yang dibacanya. Terkadang Rasulullah memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk membacakan Al Qur’an dan Rasulullah mendengarkannya.
Tidak ada dalam sunnah Nabi atau dalam sunnah para sahabat Nabi, dan tidak ada dalam cara beragama mereka, membaca Al Qur’an secara berjamaah dengan satu suara. Ini bukanlah tuntunan sahabat Nabi dan juga bukan tuntunan dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam . Yang menyebutkan bahwa hal ini bid’ah, mereka benar. Karena amalan yang demikian tidak ada asalnya dari syariat.
Namun para ulama menyebutkan yang seperti ini ditoleransi (dibolehkan) bagi anak-anak kecil yang sedang diajari Al Qur’an sebagai bentuk metode pengajaran, dilakukan sampai pengucapan mereka benar. Demikian juga para pengajar di sekolah-sekolah, jika seorang guru memandang perlunya para murid untuk membaca bersamaan satu suara maka boleh sampai bacaan anak-anak kecil tersebut benar, sebagai bentuk metode pengajaran. Jika seperti itu kami harap tidak mengapa. Karena ini dapat membantu pengajaran dan membantu para murid agar bacaannya dan penyampaiannya benar.
Adapun jika dipraktekkan kepada semua orang dalam membaca Al Qur’an di
masjid atau di tempat lain, pada waktu pagi atau para waktu sore, atau pada tempat-tempat yang biasanya di sana dibacakan Al Qur’an secara bersama-sama, ini kami tidak mengetahui asalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻼً ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ
“barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan (ibadah) yang tidak ada asalnya dari kami maka tertolak ” (HR. Bukhari – Muslim)
Maka saya nasehatkan tidak melakukan yang demikian